Selasa, 24 Januari 2012

Ketegaran Hati - Pt. 2

...
KRIIINGG!!
Bel pulang sekolah berbunyi. Ariana segera membenah bukunya, memasukkannya ke tas dan menggendong tasnya. Tap. Tap. Bunyi langkah kakinya mengiri perjalanan pulangnya. Saat baru beberapa gang dari sekolah, ia mendapati sebuah warung kecil yang menyetel televisi. Televisi itu menyiarkan suatu pertandingan karate. Namun pemilik warung segera mengganti channel-nya.
“Oh, maaf. Bisa tolong channel yang tadi? Yang... karate,” ujar Ariana. Si pemilik warung menatap Ariana heran sambil tetap menggenggam remote televisinya. “Oh, ehm, baiklah, saya sekalian beli. Eng, es teh manisnya satu” Ariana segera merogoh sakunya dan mendapati uang lima ratus rupiah. Ia menatap sejenak recehnya itu, lalu langsung buka mulut, “eh bu, air gelas aja.” Ibu-ibu warung itu langsung mengganti channel televisinya menjadi channel yang menayangkan pertandingan karate tadi.
“bu!” suara seseorang menghentikan langkah kaki ibu itu dan si ibu langsung menengok, “air gelasnya ga usah. Es teh manis aja, dua ya,” setelah berpikir sejenak ibu itupun langsung membuat pesanan orang itu.
“eh?” Ariana menengok ke arah orang yang tadi. “hai. Lagi haus kan? Kutraktir deh,” ujar Sephia. Ariana hanya bisa tersenyum sambil menunduk malu.
Lalu perhatiannya langsung ditujukan kembali pada saluran televisi yang menyiarkan pertandingan karate itu. Sephia menatap Ariana yang matanya sama sekali tak berkutik dari televisi. “kamu suka banget karate ya?” pertanyaan itu langsung mengagetkan Ariana yang konsentrasi pada acara tivi dan membuat gadis berkuncir itu menengok ke Sephia.
Ariana mengangguk mantap. “Suka,” ujarnya, lalu kembali mengalihkan pandangannya pada tivi. “Suka banget!” lanjutnya. Sebuah senyuman manis terukir di wajah cantiknya. “Karate itu asik. Seneng bisa dirasain di karate. Yah, walaupun terkadang suka menyebabkan luka yang mendalam,” Ariana melanjutkan ucapannya tanpa sekalipun menoleh ke arah Sephia. Kata-kata terakhir Ariana membuat Sephia penasaran. “Luka... mendalam? Kamu pernah ngerasain?” tanya Sephia lagi.
Ariana mengangguk kecil. Tanpa sadar tangan kanannya mengelus tangan kirinya pelan. “ja, jangan-jangan—” “ya!” ucapan Sephia dipotong oleh Ariana. “Tanganku patah karna terlalu sering latihan karate. Emang segala sesuatu yang berlebihan itu ga bagus ya!” jelas Ariana. “Ariana, maaf...” ujar Sephia yang merasa bersalah karna merasa mengingatkan Ariana pada hal yang tidak ingin diingatnya. “Hahaha, ga papa kok!” jawab Ariana.
“Kamu punya adek atau kakak?” tanya Sephia lagi. Ariana kembali terkejut oleh pikiran Sephia. Ia menatap kosong tivi sejenak, menunduk sebentar dan menoleh ke Sephia. “Pernah,” ia tersenyum kecil. “Seharusnya,” lanjut Ariana sambil mengaduk es teh manisnya yang baru saja disajikan. “Dulu, saat aku SD, aku punya adik laki-laki yang lucu banget.  aku terus mencoba menggendongnya. Sampai saat adikku kira-kira berumur dua minggu, dia lebih sering menangis. Dan seperti kesulitan bernapas. Tak hanya sekali, kejadian itu berulang beberapa kali, sampai mamaku menangis khawatir. Begitu memasuki usia satu bulan...,” Ariana berhenti mengaduk tehnya. “Dia meninggal. Entah karna masalah pernafasan atau apa. Hari itu aku mengunci diriku di kamar. Aku marah, sedih, takut. Takut karna merasa aku yang membuatnya meninggal, sedih karna begitu cepat ia meninggalkan kami, dan marah karna merasa dokter tidak merawat adikku dengan benar.” Lanjutnya.
“Maaf aku mengingatkanmu pada hal yang ga ingin kamu ing—” “haha ga papa!” lagi-lagi Ariana memotong ucapan Sephia. “Aku terus menangis. Kamar masih dalam keadaan terkunci.  Ibu menyuruhku keluar. Aku tak menjawab. Yang kubisa hanya menangis, menangis dan menangis.” Ariana tertawa. Namun tawanya terdengar tak lepas. Ia menoleh ke arah Sephia sambil menyeka air matanya yang tanpa disadari membasahi pipinya. “Aku bodoh ya? Padahal pasti ibuku yang lebih terpukul. Tapi aku... terlalu egois,” lanjutnya.
“Aku di rumah hanya berdua sama ibu. Sementara ayahku sudah lama meninggal karna kecelakaan saat bekerja.” Jelasnya. Mata Sephia mulai berkaca-kaca. Tes... air mata itupun mulai jatuh. Sephia memeluk Ariana. “Kamu hebat. Aku salut sama kamu. Kamu tegar banget...,” ujar Sephia. Ariana diam sebentar. Ia memejamkan matanya dan membalas pelukan Sephia.
***
“assalamu’alaikum ibu...,” Ariana mengucapkan salam. Ia mendapati ibunya di dapur dan mencium tangannya. “wa’alaikumsalam...,” jawab ibunya.
“ngapain bu?” tanya Ariana setelah meletakkan tasnya di kamarnya.
“masak buat makan malem nih,” jawab ibunya.
“udah bu jangan kerja terus, santai dulu yuk duduk di depan!” ajak Ariana. Ibunya menatap Ariana sebentar namun akhirnya mengikuti ajakan anaknya itu.
Setelah sampai di depan rumah, mereka berdua pun duduk. “kenapa sih Na? Kok ngajak duduk begini?” tanya sang ibu. Ariana tertawa kecil lalu menjawab, “ga papa, Ariana cuma ga mau aja ngeliat ibu kerja terus.” Ibunya hanya manggut-manggut. Tiba-tiba Mischell dan Prisca lewat. Mendapati mereka berdua lewat, Ariana terlonjak.
“kenapa Na? Tanya ibu Ariana mendapati anaknya langsung menunguk. Ariana menggeleng kencang. Namun meskipun Ariana menyembunyikan mukanya, Mischell dan Prisca masih bisa mengetahui bahwa itu Ariana.
“heey mau coba sembunyi yaa? Mana bisa! Keliatan kali, dari tangan lo yang cuma sebelah itu! Gyahaha!” Prisca meledek, dilanjutkan oleh ledekan Mischell, “eh, ibu lo itu ternyata ga cacat ya? gue pikir, ibu-ibu kampung itu juga buta matanya!” mereka berdua kembali tertawa terbahak-bahak. “Na ini rumah lo? Ewhh lebih mirip rumah-rumahan dari kardus!” ujar Prisca. “Tau ih, gue baru bentar disitu aja pasti udah kejang-kejang! Udah yuk Ca, keburu kulit cantik kita ini merah-merah!” timpal Mischell. “Iya! Kayaknya juga gue mulai gatel-gatel deh!” mereka berdua pun pergi menjauh.
“Maaf ya bu, itu emang temen Ariana mulutnya ga bisa dijaga,” Ariana menoleh ke arah ibunya dan mendapati beliau kesulitan bernapas.
“ibu? Ibu?!” Ariana menggoyang-goyangkan tubuh ibunya.
“bu jawab bu, ibu kenapa?!” Ariana langsung meminta bantuan tetangganya dan ibunya segera dilarikan ke rumah sakit.
***
“Ibumu terkena serangan jantung,” ujar sang dokter. Dokter itu memegang pundak Ariana yang menangis tersedu-sedu. “Dengan berat hati saya katakan, beliau tidak tertolong,” lanjut sang dokter. Tangis Ariana makin menjadi-jadi. Ia memeluk tantenya yang ada di sebelahnya tanpa mempedulikan perhatian orang lain yang tersita oleh kejadian memilukan itu.
***
Hari-hari dilewati Ariana dengan sangat datar. Ia sekarang tinggal bersama tantenya yang ekonominya tak jauh berbeda. Bahkan, suasana di sekolah pun tak jauh berbeda. Yang membuat cukup membedakan dari biasanya adalah, makin menjadi-jadinya ejekan dari Mischell dan Prisca.
“Duhh kasian banget sih, anak miskin ditinggal mati ibunya jadi sebatang kara. Mana buta sama tangannya cuma satu lagi...,” ujar Mischell memasang tampang sedih yang dibuat-buat.
“Iya nih Schell, aku sampe terharu. Hiks temen-temen kita nyumbang yuk, kasian dia udah ga punya duit, mesti bayar makam segala macem lagi...,” Prisca menimpali sambil menahan tawa.
“Atau Ca! Jangan-jangan buat kuburan ibunya... dia ngais tanah sendiri lagi?! Hahaha!”
“Oh betul betul Schell cocok! Uuw kasihaan!” mereka tertawa sangat kencang. Sampai teriakan lantang menghentikan tawa mereka.
“CUKUP!” Sephia berdiri dari tempat duduknya sambil menggebrak meja. “Seph,” Ariana menarik tangan Sephia namun dikibas oleh Sephia.
“Kalian tuh emang ga punya hati apa ya?!” bentak Sephia, mau mendekati Mischell dan Prisca. Mischell melipat tangannya dan berkata, “wow... ada yang mau sok pahlawan rupanya,” “ih atut!” ujar Prisca meledek. Mereka kembali tertawa. Sephia menampar pipi keduanya. “what?!” Mischell terperangah. Kelas langsung heboh.
“dasar cewe! Modal muka doang, hatinya lebih busuk daripada sampah! Kalian tuh ga usah sok ya mentang-mentang cakep, secakep-cakepnya kalian masih cakepan juga Ariana!”
Mischell dan Prisca tertawa. “Ewhh Schell, kita disamain sama... cewe ini?” Prisca menunjuk Ariana. “Hau... jiiiijik!” jawab Mischell. Ariana menangis. Namun ia langsung menyekanya dan mulai berdiri. “Mischell, Prisca,” Ariana mulai buka mulut. Ucapannya itu membuat seisi kelas menengok ke arahnya. “Aku emang banyak kekurangan, dan aku terima itu. Tapi tolong jangan bawa-bawa ibu aku. Ini hidup aku, tolong kalian ga usah ngatur-ngatur dan ikut campur dalam kehidupan aku ini,” ucapan Ariana membuat kelas hening. Termasuk Mischell dan Prisca. Mereka tak bicara lagi.
Beberapa saat kemudian wali kelas mereka datang karna mendengar keributan di kelasnya. Sang ketua kelas menjelaskan apa yang terjadi. Hasilnya, Mischell dan Prisca pun dihukum. Mereka disuruh keliling sekolah mengalungi kardus yang bertuliskan “Aku janji tak akan mengejek lagi. Aku punya kekurangan juga.” Dimana setiap mereka berdua lewat, siswa-siswi yang melihatnya cekikikan.
“ibu,” Ariana bicara pada wali kelasnya. “Hukumannya cukup, ga usah berlebihan. Kasian mereka juga,” lanjutnya. Mendengar itu ibu guru hanya bisa diam. ia kagum pada kemuliaan hati Ariana. Ia pun menghentikan hukumannya dan menyuruh dua gadis itu minta maaf. Tentu saja Ariana memaafkannya, ia tersenyum manis pada kedua gadis itu yang akhirnya menyesali perbuatannya.
“Ariana!” Sephia memanggil Ariana. Ariana menoleh.
“Kamu hebat. Kamu emang cacat, tapi kemuliaan hati kamu, kesabaran, ketegaran, itu semua nutupin kekurangan kamu. Kamu emang hebat, aku bener-bener salut sama kamu!” ujar Sephia. Ariana pun memeluk Sephia sambil menangis, diikuti tangisan Sephia. Ariana menangis haru. Karna akhirnya ada lagi orang yang setia menemaninya. Setelah kepergian adik, ayahnya, juga ibunya. Teman-teman Ariana pun mendapat pelajaran, bahwa dibalik kekurangan, selalu ada kelebihan yang mampu menutupinya.[]

TAMAT

Sabtu, 21 Januari 2012

Ketegaran Hati - Pt. 1

hai. mau post nih cerita yang gue ikutin ke lomba yang diadain SMA pangsud, tapi karna gue bikinnya H-1 dari batas pengumpulan, ceritanya ga gitu bagus. tapi yaa baca aja oke;)


Ariana menatap bayangannya di cermin. Helaan nafas keluar dari mulutnya. Matanya menerawang melihat ‘dirinya’ di cermin berbingkai coklat yang sudah berdebu itu. Menatap seorang gadis berumur tiga belas tahun dengan sebelah mata. Menatap gadis bertangan sebelah. Tangan kanannya membelai pipinya. Sebelah matanya menelusuri, mulai ujung rambut, sampai pinggangnya. Rambut yang cukup panjang dikuncir, mata bulatnya yang hanya berfungsi sebelah, hidungnya yang cukup mancung dan bibir mungilnya. Tubuhnya kurus, kulitnya kuning langsat. Tangan kanannya mencengkeram kuat, seolah meratapi dirinya tanpa pasangannya, tangan kiri.
            Padahal jika saja mata dan tangannya itu tidak cacat, pastilah ia tumbuh menjadi gadis cantik. Tanpa sadar air mata keluar dari matanya. Ia mencoba tersenyum, dan di dalam hatinya ia berkata, ‘inilah aku. Dengan segala kekuranganku, juga kelebihanku. Aku harus terima. Ini ujian dari Allah dan Insya Allah inilah yang terbaik’. Kalimat itu berulang kali diucapkan di hatinya.
“Ariana...” ibunya memanggil Ariana yang terburu-buru menyeka air matanya.
“ya bu?” Ariana segera menghampiri sang ibu sambil menggendong tas biru mudanya yang sudah lusuh. Kaki kurusnya menyusuri lantai yang sudah retak dan sesekali meringis saat mendapati kakinya menginjak batu yang menambal retakan lantai.
“sana kamu cepat berangkat sekolah, nanti ketinggalan pelajaran loh,” ibunya membelai lembut rambut dikuncir itu. Ariana tersenyum dan  mengambil tangan ibunya, “iya, aku berangkat ya bu,” pamitnya sembari mencium tangan ibunya. Setelah memakai sepatu hitam yang didapatinya di sebuah pasar loak, ia mengucapkan salam.
“hati-hati di jalan nak!” seru ibunya sambil menatap punggung anaknya yang berlari kecil menjauh itu.
***
Ariana melangkahkan kakinya masuk ke sebuah sekolah berkelas menengah. Kalau saja Ariana tidak mendapat beasiswa, ia pasti tak bisa bersekolah disini. Ia pasti ada di sebuah sekolah yang atapnyasudah hampir roboh layaknya bangunan  tua di dekat rumahnya. Alhamdulillah Allah memberinya bantuan.
Ia melanjutkan langkah kakinya ke kelas yang berada di pojok gedung lantai satu, 8-2.
“Hei hei lihat! Siapa yang datang!” seru Mischelle, salah seorang siswi cukup eksis yang melihat kedatangan Ariana.
“Waah, hai Arianaa! Kamu bisa lihat kami kan? Disini disini! Bisa lihat kan? Tentunya... dengan sebelah matamu! Kyahaha!” Prisca, teman Mischelle, menimpali. Mereka berdua tertawa keras bersama. Ariana tersenyum kecil mendengarnya, lalu bergegas menuju tempat duduknya. Yah, ia memang sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Apalagi oleh anak-anak eksis seperti mereka berdua.
Tempat duduk Ariana berada agak ke depan. Sementara Sephia, teman sebangku Ariana sudah berada di bangkunya sendiri dan tersenyum melihat kedatangan Ariana. Ariana membalas senyum Sephia dan segera duduk. Seperti belum puas mengejek Ariana, Mischelle dan Prisca mengampiri tempat duduk Ariana dan Sephia dan mulai membuka mulutnya.
“Hmm Sephia, nanti kalo Ariana ga keliatan papan tulis, bilang ke gurunya ya! suruh aja duduk di paling depan, kan kasian, dia cuma bisa melihat dengan sebelah mata!” ujar Mischelle  pada Sephia lalu melirik ke arah Ariana. Sephia diam tak menjawab, ia hanya menunduk. Sama halnya yang dilakukan Ariana. “Eh eh Mischelle, jangan deket-deket deh yuk! Nanti kita dipukul sama tangannya yang cuma sebelah lagi!” Prisca menggaet tangan Mischelle dan mengajaknya menjauhi tempat duduk Ariana. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak sambil menjauhi Ariana yang sama sekali tidak merespon kelakuan mereka.
“Ariana,” Sephia mencolek Ariana yang segera menoleh. “Yang sabar ya,” lanjutnya sambil mengelus punggung gadis di sebelahnya yang kemudian tersenyum manis dan mengangguk itu.
Tangan kanannya mengelus mata kirinya yang buta itu. Mata cacat yang didapatnya sedari lahir. Kemudian tangannya itu berganti menelusuri lengan kirinya yang tinggal setengah. Sebuah cacat yang disebabkan oleh kecelakaan saat dirinya tengah latihan karate saat SD. Saat ekonominya belum terlalu buruk.
***
“Ayo ayo! Latihan yang gigih! Ujian tinggal beberapa hari lagi!” seorang pria besar berjalan bolak-balik di depan murid-muridnya yang latihan bersimbah keringat itu sambil menepuk-nepuk tangannya. “Hei kamu! Lebih tinggi tendangnya!” protesnya.
BAG! BUG! Ruangan itu dipenuhi suara kaki yang menendang sebuah bantalan yang dipegang oleh seorang murid. Sinpei Rio, guru karate berbadan besar itu terus berbolak-balik memperhatikan murid-murid berlatih sambil terkadang memprotesnya dan sesekali memberikan contoh.
“Hoy hoy! Cewe! Yang dikuncir!” Sinpei Rio menunjuk perempuan yang dikuncir itu, Ariana. “Lebih kuat tendangnya!” protesnya. Ariana mengikuti perintah gurunya. Padahal ia sudah bermandikan keringat akibat sudah lama latihan. Alhasil ia tidak bisa begitu kuat lagi. “Duuh! Kalau begini gimana mau lulus ujian?! Ck begini, lihat!” Sinpei Rio mencontohkan dan menghasilkan bunyi BUG! Yang kencang. Ariana masih tetap ngos-ngosan. Karna sudah sangat berkeringat, saat ia menendang kaki-nya terpeleset dan ia terjatuh. Untuk menahan badannya Ariana menggunakan tangan kirinya. Karna tak siap, tulangnya patah dan ia segera dilarikan ke UGD.
***

please wait for part 2;) well, even i've been finished it. but i dont write it in one post, i'm afraid you got tired and lazy to read it again xoxo

100% aseli no copy

Minggu, 08 Januari 2012

Rumus Perjalanan Hidup

hay! habis dikasih 'rumus matematika' menarik dari papa yang entah papa dapet darimana, just check this out!
nah ngerti kan? seperti halnya pelajaran matematika, hidup cuma punya rumus. kayak diatas. kalo hidup ada cinta, kita pasti bahagia. tapi kalo hidup ga ada cinta, pasti sedih. hampa.
makanya kalo kita tulis kaya gitu dan dibentuk jadi rumus dan diselesein, akan ketauan jalannya hidup.
kadang kita ngerasain cinta, kadang engga. seandainya hidup dua kali, satu ada cinta satu ngga, maka satu kita akan hidup bahagia, dan dihidup lain ga bahagia. hidup cuma ada satu. cuma sekali. dan ada cinta juga kadang rasa 'ga suka'. makanya, di hidup, kadang kita seneng, kadang sedih. ga ada orang yang selama hidupnya bahagia, ga ada juga yang sedih sepenuhnya. maka dari itu, jalanilah hidup yang cuma sekali dan sebentar ini dengan ikhlas, menerima apa adanya. cukup percaya Allah selalu kasih yang terbaik buat kita. kalo ada masalah sabar, hadepin, jangan lari. karna masalah ga akan selesai kalo kita selalu lari. and... i just can say, ENJOY YOUR LIFE!

100% aseli no copy

Minggu, 01 Januari 2012

1 jan 2012

hai! berhubung semalem itu awal dari 2012, mau ngucapin nih!
semoga tahun ini bisa menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya!
semoga di tahun ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih pantas untuk menghadap Allah nantinya!
dll, haha banyak keinginan yang ga bisa disebutin satu persatu, and guys, ENJOY YOUR 2012!;)\

100%  aseli no copy